Ditulis oleh ADMIN LAMPUNG
Anggota Bawaslu Lampung Tamri (Sebelah Kanan) saat konsultasi dan koordinasi terkait dengan implementasi ketentuan Pasal 190 juncto Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016 dengan Anggota Bawaslu RI Puadi (Sebelah Kiri), Kamis (6/6).
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Provinsi Lampung Tamri melaksanakan konsultasi dan koordinasi terkait dengan implementasi ketentuan Pasal 190 juncto Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016 di Bawaslu RI, Kamis (6/6).
Menurutnya Dalam upaya mewujudkan Pilkada yang adil, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 memberikan batasan tertentu pada kewenangan Kepala Daerah yang berkuasa atau Petahana.
Salah satu ketentuan penting adalah larangan bagi Kepala Daerah dan/atau Petahana untuk melakukan mutasi dan rotasi jabatan dalam enam bulan sebelum penetapan calon Kepala Daerah hingga akhir masa jabatan, kecuali jika memperoleh persetujuan tertulis dari Menteri. Namun, esensi dari larangan ini seringkali terabaikan.
Ruang lingkup penerapan Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 mencakup tidak hanya sanksi pembatalan atau diskualifikasi pasangan calon bagi petahana yang melanggar, tetapi juga sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 190.
Pengawas pemilu memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap mutasi atau rotasi jabatan oleh Kepala Daerah yang melanggar ketentuan tersebut ditelusuri terlebih dahulu sebelum ditetapkan sebagai temuan pelanggaran.
“Mereka harus memastikan adanya izin tertulis dari Menteri, dan jika tidak ada izin tersebut, maka tindakan tersebut akan ditetapkan sebagai pelanggaran dan ditangani sesuai dengan mekanisme penanganan pelanggaran,” Jelas Tamri.
Tamri berharap partisipasi aktif dari semua elemen, baik pemerintah, stakeholder, maupun masyarakat umum, untuk mematuhi aturan-aturan terkait Pilkada. Hal ini penting agar pelaksanaan Pilkada dapat berjalan dengan LUBER (langsung, umum, bebas, rahasia) dan JURDIL (jujur dan adil).
Hak Cipta © 2023 - PUSDATIN BAWASLU RI. All Rights Reserved.